PERWATAN LUKA MODERN DRESSING
PERAWATAN LUKA MODERN DRESSING
1. PENGERTIAN LUKA
Secara definisi suatu luka adalah
terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau
pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis,
sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu
: abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis,
dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi:
superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang
melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan
epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang.
Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi
tiga, yaitu:
a) Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya
terjadi karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka
berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
b) Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan
akan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan
sekitarnya.
c) Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering
disertai dengan infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan
lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka
dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu.
Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk
sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka
akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan
normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan
penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.
2. PROSES PENYEMBUHAN
LUKA
1. Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana
bisa terjadi tumpang tindih (overlap)
2. Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang
rusak serta penyebab luka tersebut
3. Fase penyembuhan luka :
a) Fase inflamasi :
1) Hari ke 0-5
2) Respon segera setelah terjadi injuri pembekuaàn darah untuk mencegah
kehilangan darahà
3) Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
4) Fase awal terjadi haemostasis
5) Fase akhir terjadi fagositosis
6) Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
b) Fase proliferasi or epitelisasi
1) Hari 3 – 14
2) Disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan
jaringan granulasi pada luka luka nampak merah segar, mengkilatà
3) Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel
inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid
4) Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan
penebalan lapisan epidermis pada tepian luka
5) Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
c) Fase maturasi atau remodelling
1) Berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun
2) Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka
serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
3) Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya
dengan jaringan sebelumnyaà
4) Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular
and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan
3. Faktor yang mempengaruhi proses
penyembuhan luka
a. Status Imunologi
b. Kadar gula darah (impaired white cell function)
c. Hidrasi (slows metabolism)
d. Nutritisi
e. Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid
osmotic pressure – oedema)
f. Suplai oksigen dan vaskularisasi
g. Nyeri (causes vasoconstriction)
h. Corticosteroids (depress immune function)
4. Cara Perawatan Luka dengan Modern
Dressing
Perkembangan perawatan luka (wound
care ) berkembang dengan sangat pesat di dunia kesehatan. Metode perawatan luka
yang berkembang saat ini adalah perawatan luka dengan menggunakan prinsip
moisture balance, dimana disebutkan dalam beberapa literature lebih efektif
untuk proses penyembuhan luka bila dibandingkan dengan metode konvensional.
Perawatan luka dengan menggunakan
prinsip moisture balance ini dikenal sebagai metode modern dressing dan memakai
alat ganti balut yang lebih modern. Metode tersebut belum begitu familiar bagi
perawat di Indonesia
Biasanya, tidak banyak yang
dilakukan untuk merawat luka. Apalagi jika hanya luka ringan. Langkah pertama
yang diambil adalah membersihkannya kemudian langsung diberi obat luka atau
yang lebih dikenal dengan obat merah. Sementara pada luka berat, setidaknya
langkah yang diambil tidak jauh dari membersihkannya dahulu, setelah itu diberi
obat. Sering orang tidak memperhatikan perlukah luka tersebut dibalut atau
tidak.
Sementara itu, menurut Anik
Enikmawati SKep NS dari Akper Muhammadiyah Surakarta, kepada Joglosemar
beberapa waktu lalu mengungkapkan perawatan luka berbeda-beda tergantung pada
tingkat keparahan luka tersebut. “Perawatan luka paling sulit tergantung pada
derajat luka. Jika luka mendalam sampai ke lapisan kulit paling dalam, proses
sembuhnya tentu saja juga paling lama.” ungkapnya.
Seperti pada kasus luka akibat
penyakit diabetes misalnya, papar Anik, terdapat kasus bahwa luka tersebut
harus diamputasi. Namun, tindakan amputasi ternyata bisa digagalkan setelah
dirawat dengan saksama dan dengan metode yang benar dan tentunya dilakukan oleh
perawat ahli. “Kesembuhan luka pada tingkat tertentu seperti pada kasus luka akibat
diabetes tergantung pada kedisiplinan perawatan. Untuk itu harus diperkenalkan
pada masyarakat bahwa telah ada program perawatan di rumah atau home care
dengan perawat datang ke rumah,” ujar Anik.
Namun sekarang, perkembangan
perawatan luka atau disebut dengan wound care berkembang sangat pesat di dunia
kesehatan. Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah perawatan luka
dengan menggunakan prinsip moisture balance, di mana disebutkan dalam beberapa
literatur lebih efektif untuk penyembuhan luka bila dibandingkan dengan metode
konvensional.
Perawatan luka dengan menggunakan
prinsip moisture balance ini dikenal sebagai metode modern dressing dan memakai
alat ganti balut yang lebih modern. Metode tersebut memang belum familier bagi
perawat di Indonesia. Di sisi lain, metode perawatan luka modern dressing ini
telah berkembang di Indonesia terutama rumah sakit besar di kota-kota besar
seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Sedangkan di rumah
sakit-rumah sakit tingkat kabupaten, perawatan luka menggunakan modern dressing
tersebut masih belum berkembang dengan baik. Untuk itu, belum lama Akper
Muhammadiyah Surakarta mengadakan workshop dengan tajuk A Half Day Workshop on
Wound Management di Balai Muhammadiyah Surakarta. Sebagai pembicara, hadir
Widasari SG SKP RN WOC (ET) N WCS, Direktur Wocare Klinik.
Selama ini, banyak yang beranggapan
bahwa suatu luka akan cepat sembuh jika luka tersebut telah mengering. Namun
faktanya, lingkungan luka yang seimbang kelembabannya memfasilitasi pertumbuhan
sel dan proliferasi kolagen di dalam matriks nonselular yang sehat. Pada luka
akut, moisture balance memfasilitasi aksi faktor pertumbuhan, cytokines dan
chemokines yang mempromosi pertumbuhan sel dan menstabilkan matriks jaringan
luka. Jadi, luka harus dijaga kelembabannya.
Dikatakan Widasari, terlalu lembab
di lingkungan luka dapat merusak proses penyembuhan luka dan merusak sekitar
luka, menyebabkan maserasi tepi luka. Sementara itu, kurangnya kondisi
kelembaban pada luka menyebabkan kematian sel, dan tidak terjadi perpindahan
epitel dan jaringan matriks.
Untuk menciptakan suasana lembab,
pada cara perawatan luka konvensional memerlukan kasa sebagai balutan dan Na Cl
untuk membasahi. Kemudian luka dikompres kasa lembab dan diganti sebelum kasa
mengering, dalam hal ini, memerlukan penggantian kasa yang sering. Sementara
untuk metode perawatan modern, dalam menciptakan suasana lembab menggunakan
modern dressing, misalnya dengan ca alginat atau hydrokoloid.
Dikatakan Widasari, pada perawatan
luka secara modern ini harus tetap diperhatikan pada tiga tahapnya yakni
mencuci luka, membuang jaringan mati dan memilih balutan. “Mencuci luka
bertujuan untuk menurunkan jumlah bakteri dan membersihkan dari sisa balutan
lama, serta debrimen jaringan nekrotik atau membuang jaringan dari sel yang
mati dari permukaan luka. Dalam hal ini harus diperhatikan pada pemilihan
cairan pencuci yang tepat, hati-hati terhadap pemakaian antiseptik. Sedangkan
teknik pencucian dapat dengan cara perendaman atau irigasi,” tuturnya.
Di sisi lain, pemilihan balutan
merupakan tahap penting untuk mempercepat proses penyembuhan pada luka. Tujuan
dari pemilihan balutan luka ini adalah untuk membuang jaringan mati, benda
asing atau partikel dari luka. Belutan juga dapat mengontrol kejadian infeksi
atau melindungi luka dari trauma dan invasi bakteri. Pemilihan balutan harus
mampu mempertahankan kelembaban luka, selain juga berfungsi sebagai penyerap
cairan luka. Balutan juga harus nyaman digunakan dan steril serta cost
effective.
Sebagai pengganti perawatan luka
secara konvensional yang harus sering mengganti kain kasa dengan Na Cl sebagai
pembalut luka, sekarang telah ada metode perawatan luka secara modern yang
memiliki prinsip menjaga kelembaban luka. Dalam hal ini, jenis balutan yang
digunakan adalah kasa. Metode yang dikenal dengan modern dressing ini beberapa
contoh di antaranya yakni dengan penggunaan bahan seperti hydrogel.
Hydrogel berfungsi untuk menciptakan
lingkungan luka tetap lembab. Selain itu juga melunakkan dan menghancurkan
jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat yang akan terserap ke dalam
struktur gel dan terbuang bersama pembalut. Hydrogel juga dapat meningkatkan
autolityk debrimen secara alami. Menurut Widasari SG SKP RN WOC (ET)N WCS,
Direktur Wocare Klinik, debrimen berarti proses pembuangan jaringan nekrosis
atau kematian sel yang disebabkan oleh penurunan proses enzimatic tubuh dari
permukaan luka. “Modern Dressing dengan hydrogel tidak menimbulkan trauma dan
sakit pada saat penggantian balutan dan dapat diaplikasikan selama tiga hari
sampai lima hari,” tuturnya.
Jenis modern dressing lainnya yakni
Ca Alginat dimana kandungan Ca dapat membantu menghentikan perdarahan. Kemudian
hydroselulosa dengan fungsi mampu menyerap cairan dua kali lipat dari Ca
Alginat. Selanjutnya adalah hydrokoloid yang mampu menjaga dari kontaminasi air
dan bakteri serta dapat digunakan untuk balutan primer dan balutan sekunder.
Penggunaan jenis modern dressing tentunya disesuaikan dengan jenis indikasi
luka.
Di sisi lain, Widasari menyarankan untuk
penggunaan kasa serta metcovazin dalam perawatan luka dengan kondisi luka yang
memiliki warna dasar merah, kuning dan hitam. “ Metcovazin memiliki fungsi
untuk mendukung autolytik debrimen, menghindari trauma saat membuka balutan,
mengurangi bau tidak sedap yang ditimbulkan luka serta mempertahankan suasana
lembab. Bentuknya salep dalam kemasan,” tandasnya. n Triawati Prihatsari
Purwanti
5. Pengkajian Luka
1) Kondisi luka
a) Warna dasar luka
Dasar pengkajian berdasarkan warna yang meliputi : slough
(yellow), necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue
(red), epithelialising (pink).
b) Lokasi ukuran dan kedalaman luka
c) Eksudat dan bau
d) Tanda-tanda infeksi
e) Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
f) Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
2) Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
3) Status vascular : Hb, TcO2
4) Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan
immunosupresan yang lain
5) Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan
vaskularisasi lainnya
6. Perencanaan
1) Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings)
secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua
dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil
penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang
dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal
untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori
perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
a. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka
kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam
suasana lembab.
b. Mempercepat angiogenesis. Dalam keadaan hipoksia pada perawatan
luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih
cepat.
c. Menurunkan resiko infeksi
d. Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan perawatan kering.
e. Mempercepat pembentukan Growth factor. Growth factor
berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan
angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam
lingkungan yang lembab.
f. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif. Pada keadaan
lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke
daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan
untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
a. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang
dikeluarkan oleh luka (absorbing)
b. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan
mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue
removal)
c. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
d. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
e. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau
pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington,
1999)
Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
1. Apakah suplai telah tersedia?
2. Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
3. Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
4. Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
5. Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
6. Bagaimana cara mengevaluasi?
2) Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya
a. Film Dressing
1. Semi-permeable primary atau secondary dressings
2. Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
3. Conformable, anti robek atau tergores
4. Tidak menyerap eksudat
5. Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
6. Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
7. Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
b. Hydrocolloid
1. Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose
dan elastomers
2. Support autolysis untuk mengangkat
jaringan nekrotik atau slough
3. Occlusive –> hypoxic environment
untuk mensupport angiogenesis
4. Waterproof
5. Indikasi : luka dengan epitelisasi,
eksudat minimal
6. Kontraindikasi : luka yang
terinfeksi atau luka grade III-IV
7. Contoh: Duoderm extra thin,
Hydrocoll, Comfeel
c. Alginate
1. Terbuat dari rumput laut
2. Membentuk gel diatas permukaan luka
3. Mudah diangkat dan dibersihkan
4. Bisa menyebabkan nyeri
5. Membantu untuk mengangkat jaringan mati
6. Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
7. Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
8. Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
9. Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
d. Foam Dressings
1. Polyurethane
2. Non-adherent wound contact layer
3. Highly absorptive
4. Semi-permeable
5. Jenis bervariasi
6. Adhesive dan non-adhesive
7. Indikasi : eksudat sedang s.d berat
8. Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan
nekrotik hitam
9. Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
e. Terapi alternatif
1. Zinc Oxide (ZnO cream)
2. Madu (Honey)
3. Sugar paste (gula)
4. Larvae therapy/Maggot Therapy
5. Vacuum Assisted Closure
6. Hyperbaric Oxygen
7. Implementasi
1) Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
a. Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan
mati (slough tissue)
b. Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
c. Untuk merangsang granulasi
d. Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
e. Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids,
alginates dan hydrofibre dressings
2) Luka Nekrotik
a. Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik
(eschar)
b. Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
c. Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
d. Hydrogels, hydrocolloid dressing
3) Luka terinfeksi
a. Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat
penyembuhan luka
b. Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
c. Wound culture – systemic antibiotics
d. Kontrol eksudat dan bau
e. Ganti balutan tiap hari
f. Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%),
carbon dressings, silver dressings
4) Luka Granulasi
a. Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi
jaringan yang baru, jaga kelembaban luka
b. Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
c. Moist wound surface – non-adherent dressing
d. Treatment overgranulasi
e. Hydrocolloids, foams, alginates
5) Luka
epitelisasi
a. Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
“re-surfacing”
b. Transparent films, hydrocolloids
c. Balutan tidak terlalu sering diganti
6) Balutan
kombinasi
a. Untuk hidrasi luka : hydrogel + film atau hanya hydrocolloid
b. Untuk debridement (deslough) : hydrogel + film/foam atau
hanya hydrocolloid atau alginate + film/foam atau hydrofibre + film/foam
c. Untuk memanage eksudat sedang s.d berat : extra absorbent
foam atau extra absorbent alginate + foam atau hydrofibre + foam atau cavity
filler plus foam
PENUTUP
1. KESIMPULAN
a. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan
luka dapat memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat
b. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah
pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang
sesuai dengan kebutuhan pasien
c. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan
untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas
2. SARAN
a. Pergunakanlah tulisan ini sebagai pedoman dalam pembelajaran
perawatan luka modern
by: muihimmatul khoiriyah
Comments
Post a Comment